Tuesday, December 11, 2012

Cara Mengembangkan dan Melatih Kecerdasan Spiritual

Kecerdasan spiritual bisa dikembangkan dan dilatih. Untuk menjadi orang cerdas secara spiritual, kita harus secara konstan menempatkan tujuan dan strategi kita dalam konteks yang lebih luas dalam makna dan nilai. Kita harus mengetahui apa yang kita yakini, kepada siapa kita melakukannya dan apa sebenarnya yang ingin kita capai. Berikut beberapa caranya:
1.      Menyadari di mana  saya  sekarang
2.     Merasakan dengan  kuat  bahwa saya  ingin berubah
3.     Merenungkan diri sendiri dan apakah motivasi saya yang paling dalam
4.     Menemukan dan mengatasi rintangan
5.     Menggali banyak kemungkinan untuk melangkah maju
6.     Tetap menyadari bahwa ada banyak jalan
7.     Menikmati masalah yang ada.
Jika masalah diterima dengan ikhlas dan senyuman, masalah bisa lebih mudah selesai. Oleh karena itu, jika hati bisa menerima segala keadaan, maka tak ada amarah, tak ada perasaan atau tindakan negative.
8.     Memunculkan perasaan mudah bersyukur.
Rasa syukur bisa diartikan sebagai kemampuan menikmati hidup ini apapun kondisinya, sehingga susah atau senang rasanya tetap nikmat. Rasa syukur yang benar, dalam arti betul-betul menghayati nikmatnya hidup, juga sangat membantu memunculkan kecerdasan spiritual.
9.     Puasa yang dijalankan dengan benar.
Puasa dengan ikhlas bisa rnembuat orang lebih sabar dan memunculkan keinginan untuk berbuat baik. Jika melakukan puasa secara rutin, seseorang akan melihat hidup ini dengan cara lain, menjadi mudah bersyukur, mudah merasa terharu.
10.   Belajar SQ lewat buku-buku dan CD khusus
Kita bisa membeli buku-buku khusus tentang ceerdas spiritual dan akan lebih efektif lagi  jika menggunakan brainwave technology, yaitu dengan mendengarkan CD musik yang berkaitan dengan SQ,
11.    Seringlah melakukan perenungan (kontemplasi) mengenai diri sendiri, kaitan hubungan dengan orang lain, serta peristiwa yang dihadapi. Hal ini untuk memahami makna atau nilai dari setiap kejadian dalam kehidupan.
12.   Kenali tujuan hidup, tanggung jawab, dan kewajiban dalam hidup kita. Jika segalanya mudah,lancar dan membahagiakan, berarti destiny (tujuan hidup) cocok. Sebaliknya, bila banyak rintangan dan kegagalan, berarti tidak cocok.
13.   Tumbuhkan kepedulian, kasih sayang, dan kedamaian.
14.   Pekakan diri terhadap bisikan, inspirasi, dan intuisi. Inilah proses channelling dengan Tuhan. Datangnya sering simbolik, terkadang tidak linear.
15.   Ambil hikmah dari segala perubahan di dalam kehidupan (termasuk penderitaan) sebagai jalan untuk peningkatan mutu kehidupan kita.
16.   Kembangkan tim kerja dan kemitraan, yang saling asah-asih-asuh.
17.   Belajar melayani dan rendah hati.



Referensi :
Buzan, Tony. 2003. Sepuluh cara jadi orang yang cerdas secara spiritual. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
http://www.isisurakartablog.com

Tuesday, December 4, 2012

Gambaran Umum Kecerdasan Spiritual


Setiap manusia mempunyai kecerdasan spiritual, tetapi jarang dikenali dan dimanfaatkan oleh setiap pribadinya karena dimensinya yang tidak kasat akal-rasa, walaupun potensinya sangat luar biasa atau supara rasio-emosional.  Padahal SQ ini punya peran paling penting dan dominan di antara kecerdasan lainnya di dalam kehidupan manusia karena tanpanya maka manusia tidak akan bisa berbuat banyak, tidak bisa berkembang potensinya, atau dengan kata lain “Hidup tetapi sesungguhnya mati”.

Umumnya, orang-orang berpikir bahwa seseorang yang cerdas spiritualnya mempunyai ilmu agama yang tinggi.  Sedangkan fakta menunjukkan bahwa tingkat kecerdasan spiritual seseorang tidak selalu ditentukan oleh tingkat religiusitas, psikologis, intelektualitas, maupun umur.  Mayoritas (90-99%) manusia yang tidak cerdas SQ, akibatnya:
1.    Kehendaknya berlawanan dengan kehendak Tuhan
2.   Motivator kehidupannya salah (Data Harvard : 90 %)
3.   Cara berpikirnya salah
4.   Karakternya tidak dewasa, tidak menerima nasib dan takdir-Nya
5.   Visi-motivasi imannya tidak aktif
6.   Tidak menikmati / mensyukuri nikmat atau limpahan rahmat-Nya

Tanda-tanda dari SQ yang telah berkembang baik mencangkup hal-hal berikut:
  • Kemampuan bersikap fleksibel (adaptif secara spontan dan aktif)
  • Tingkat kesadaran diri yang tinggi
  • Kemampuan untuk menghadapi dan memanfaatkan penderitaan
  • Kemampuan untuk menghadapi dan melampaui rasa sakit
  • Kualitas hidup yang diilhami oleh visi dan nilai-nilai
  • Keengganan untuk menyebabkan kerugian yang tidak perlu
  • Kecenderungan untuk melihat keterkaitan antara berbagai hal (berpandangan “holistik”)
  • Kecenderungan nyata untuk bertanya “Mengapa?” atau “Bagaimana jika” untuk mencari jawaban-jawaban yang mendasar
Mengutip Tony Buzan, pakar mengenai otak dari Amerika, menyebutkan bahwa ciri orang yang cerdas spiritual itu di antaranya adalah senang berbuat baik, senang menolong orang lain, telah menemukan tujuan hidupnya, jadi merasa rnemikul sebuah misi yang mulia kemudian merasa terhubung dengan sumber kekuatan di alam semesta (Tuhan atau apapun yang diyakini, kekuatan alam semesta misalnya), dan punya sense of humor yang baik.

Seseorang yang SQ-nya tinggi juga cenderung menjadi seorang pemimpin yang penuh pengabdian –yaitu seseorang yang bertanggung jawab untuk membawakan visi dan nilai yang lebih tinggi kepada orang lain dan memberikan petunjuk penggunaannya.  Dengan kata lain, seseorang yang memberi inspirasi kepada orang lain.  Seseorang yang cerdas spiritualnya berprinsip dari dalam, bukan dari luar atau tidak terpengaruh oleh lingkungannya.  Contohnya seperti seseorang yang mampu memaknai perkerjaannya sebagai pengabdiannya kepada Tuhan dan demi kepentingan umat manusia yang dicintainya.  Ia adalah seorang raja atas jiwanya sendiri yang bebas merdeka.  Sebuah penggabungan atau sinergi antara rasionalitas dunia (EQ dan IQ) dan kepentingan spiritual (SQ).

“Tapi carilah, dengan (kekayaan) yang dianugerahkan Tuhan kepadamu, negeri akhirat, dan janganlah lupa bagianmu di dunia ini.  Berbuat baik sebagaimana Allah berbuat baik kepadamu, dan janganlah mencari (kesempatan) melakukan kerusakan di muka bumi ini.  Sungguh, Allah tidak suka orang-orang yang melakukan kerusakan.” (Q.S. Al-Qashash : 7)



Referensi:
Zohar, Danah dan Ian Marshall. 2007. “SQ Kecerdasan Spiritual”. Bandung: Mizan

Monday, December 3, 2012

Faktor Yang Menghambat Kecerdasan Spiritual


Penyakit spiritual dan reduksi dalam SQ merupakan akibat dari adanya masalah yang berhubungan dengan pusat diri yang terdalam.  Semua ini disebabkan oleh seseorang yang dipisahkan dari akar-akar pengasuhan diri yang melampaui ego personal dan budaya asosiatif, dan berkembang menjadi lahan untuk menjadi dirinya sendiri.  Konsultan medis Irlandia, Dr. Michael Kearney, menyebut penderitaan semacam ini “luka jiwa” : “(Ia) timbul ketika seorang individu terputus hubungannya dari atau berlawanan dari bagian-bagian terdalam dirinya,  sementara keterkaitan dengan jiwa dapat menimbulkan keutuhan dan rasa berharga, luka jiwa menggambarkan pengalaman menyangkut perasaan terbelah, terasing, dan tidak berharga.”

Ada tiga sebab yang membuat seseorang dapat terhambat secara spiritual:
  1. Tidak mengembangkan beberapa bagian dari dirinya sendiri sama sekali
  2. Telah mengembangkan beberapa bagian, namun tidak proporsional, atau dengan cara  negatif atau destruktif
  3. Bertentangannya atau buruknya hubungan  antara bagian-bagian

Skizofrenia adalah suatu penyakit klasik yang digambarkan sebagai penyakit yang diakibatkan oleh masalah yang berkaitan dengan pusat dan kecerdasan spiritual yang sangat rendah.  Penderita skizofrenia tidak dapat mengintegrasikan dirinya dan dunianya.  Pengalamannya, emosinya, dan persepsinya tampil di luar konteks.

Dalam budaya modern yang berkiblat ke Barat, bentuk keterhambatan spiritual yang paling umum terjadi karena lapisan ego yang terlalu.  Kita terlalu rasional, terlalu sadar-diri, terlalu cenderung pada permainan dan sikap luar, terlalu terpisah dari tubuh dan energinya, terlalu terpisah dari impian kita sendiri, dan sumber imajinasi yang lebih dalam.

Jika SQ tinggi, kepribadian seseorang akan mengungkapkan sedikit ciri pemimpin, sedikit ciri seniman, sedikit ciri cendekiawan, sedikit ciri pendaki gunung, sedikit ciri orangtua yang mengasuh dengan penuh kasih, dan seterusya.  Sedangkan jika SQ rendah, seseorang akan menjadi karikatur dirinya sendiri sementara emosi dan pola emosionalnya menjadi karikatur dari tanggapan masusia sehat. Tanggapannya sendiri terbatas dan terpecah-belah.


Referensi :
Zohar, Danah dan Ian Marshal. 2001. “SQ: Spiritual Intelligence”, penerjemah Rahmani Astuti, dkk. Bandung: Mizan